[Syaikhain al-Uthaimin & Ibn Baaz] Hukum Menjamah Makanan Ketika Mendengar Azan Subuh
1) Fatwa Ibn Baaz
MAKAN DAN MINUM KETIKA MENDENGAR ADZAN SUBUH PADA BULAN N RAMADHAN
Oleh : Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Ada orang yang mendengar adzan Subuh tapi dia tetap makan dan minum. Bagaimana hukum puasanya ?
Jawapan:
Seorang mukmin wajib menahan dirinya dari hal-hal yang membatalkan puasa (makan, minum dan lain-lain) apabila fajar benar-benar telah terbit. Terutama apabila puasa tersebut hukumnya wajib seperti puasa Ramadhan, puasa nadzar dan puasa kifarat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
Artinya : Makan dan minumlah kalian sampai terlihat jelas oleh kalian garis putih dari garis hitam yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa kalian sampai malan (maghrib). [Al-Baqarah : 187]
Apabila seseorang mendengar adzan dan dia yakin adzannya tersebut berpatokan terbitnya fajar (masuk waktu), maka dia wajib menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa. Tapi apabila adzan tersebut dikumandangkan sebelum terbit fajar, kita masih boleh makan dan minum sampai fajar benar-benar terbit.
Apabila kita tidak tahu apakah itu adzan sebelum terbit fajar atau setelahnya, maka lebih baik kita berhati-hati dan menahan diri dari makan dan minum. Tidak mengapa kalau menghabiskan makan dan minum ketika sudah terdengar adzan, karena dia tidak tahu terbitnya fajar.
Sebagaimana kita ketahui bahwa apabila kita tinggal di dalam kota yang penuh dengan cahaya lampu listrik, kita tidak bisa melihat terbitnya fajar dengan mata kita. Oleh karena itu kita harus berhati-hati dengan cara memperhatikan adzan dan melihat kalender yang disitu terdapat jadwal waktu terbit fajar. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
Artinya : Tinggalkan sesuatu yang meragukanmu dan kerjakanlah sesuatu yang tidak meragukan. [Hadits Riwayat Tirmidzi 2442 dan An-Nasaa'i 5615]
Beliau Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda.
Artinya : Barangsiapa yang menjauhi perkara syubhat (yang meragukan), berarti dia telah memelihara agama dan kehormatannya.[Hadits Riwayat Bukhari 50]Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Penolong
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Awwal, edisi Indonesia Fatawa bin Baaz, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Penerjemah Abu Umar Abdillah. Penerbit At-Tibyan Solo,Indonesia]
==================================================
2) Fatwa al-Uthaimin:
TANDA SUBUH ADALAH TERBITNYA FAJAR, APA HUKUM MAKAN DAN MINUM KETIKA MUADZIN ADZAN.Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum makan dan minum ketika muadzin mengumandangkan adzan atau sesaat setelah adzan, terutama bila terbitnya fajar tidak diketahui dengan pasti ?
Jawapan:
Batas yang menghalangi seseorang yang berpuasa dari makan dan minum adalah terbitnya fajar, berdasarkan firman Allah Ta'ala.
Artinya : Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. [Al-Baqarah ; 187]
Dan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
Artinya : Makan dan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangakan adzan.
Perawi hadits ini menyebutkan, Ibnu Ummi Maktum adalah seorang laki-laki buta, ia tidak mengumandangkan adzan kecuali diberitahukan kepadanya, Engkau telah masuk waktu subuh, engkau telah masuk waktu subuh[1]
Jadi, tandanya adalah terbitnya fajar. Jika muadzinnya seorang yang tepat waktu dan dikenal tidak pernah mengumandangkan adzan kecuali setelah terbitnya fajar, apabila ia adzan maka yang mendengarnya wajib menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa dengan patokan mendengar adzannya. Jika muadzinnya memang biasa mengumandangkan adzan berdasarkan perkiraan, maka sebaiknya orang menghentikan kegiatan makannya ketika mendengarnya, kecuali orang yang sedang di dataran dan dapat menyaksikan fajar, maka ia tidak perlu berhenti hanya karena mendengar adzannya sampai ia betul-betul melihat terbitnya fajar jika tidak ada sesuatu yang menghalanginya, karena Allah telah menetapkan hukum ini dengan ketentuan bergantinya malam ke siang yang ditandai dengan terbitnya fajar. Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pun telah mengatakan tentang adzannya Ibnu Ummu Maktum, Ia tidak adzan kecuali setelah terbitnya fajar[2]
Perlu saya ingatkan di sini tentang masalah yang dilakukan oleh sebagian muadzin, yaitu mereka mengumandangkan adzan sebelum fajar, yaitu sekitar lima atau empat menit dengan alas an untuk kehati-hatian bagi yang hendak berpuasa.
Sikap kehati-hatian semacam ini termasuk berlebih-lebihan, bukan kehati-hatian yang syar'i, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda :
Artinya : Binasalah orang yang berlebih-lebihan.[3]
Yaitu kehati-hatian yang tidak benar, karena mereka memberikan sinyal kehati-hatian untuk puasa tapi malah menimbulkan keburukan dalam perkara shalat. Banyak orang yang langsung mengerjakan shalat subuh begitu mendengar adzan. Ini berarti orang-orang tersebut shalat subuh karena mendengar adzan yang sebenarnya dikumandangkan sebelum waktunya, padahal mengerjakan shalat sebelum waktunya tidak sah. Dengan demikian berarti telah menimbulkan petaka bagi orang-orang yang shalat.
Lain dari itu, hal ini pun berarti keburukan bagi yang hendak berpuasa, karena adanya adzan tersebut telah menghalangi seseorang yang hendak berpuasa dari makan dan minum, padahal saat tersebut termasuk saat yang masih dibolehkan oleh Allah. Dengan demikian berarti terlah berbuat dosa terhadap orang-orang yang hendak berpuasa, karena ia mencegah mereka dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi mereka, dan berarti pula berdosa terhadap orang-orang yang shalat karena mereka mengerjakan shalat sebelum waktunya, yang mana hal ini membatalkan shalat mereka.
Maka seorang muadzin hendaknya senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menempuh cara kehati-hatian yang benar berdasarkan Al-Kitab dan As-Sunnah.
[Kitab Ad-Dawah (5), Ibnu Utsaimin, (2/146-148)]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syariyyah Fi Al-Masail Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penyusun Khalid Juraisy, Penerjemah Amir Hamzah dkk, Penerbit Darul Haq, Indonesia]
------------------- Nota Tambahan Penting:
Berkata Fathi al-Sakandary: Adapun hadith-hadith yang menyebut bolehnya menjamah makanan ditangan walaupun telah azan subuh, yang rajih kesemuanya adalah dhaif bahkan munkar, ikuti penjelasan status hadithnya disini: http://ansarul-hadis.blogspot.com/2011/07/penjelasan-status-hadith-fiqh-sahur.html .
Posted by Abu Ismaaeel Fathi
on 10:18 PM. Filed under
Fatwa
.
berkenaan hadis "Apabila salah seorang daripada kamu yang mendengar azan dan pinggan masih ada di tangan, janganlah diletakkan sehingga ia menunaikan hajatnya" -
sbg manfaat:
In ‘as-Sunan al-Kubra’ (4/218), al-Bayhaqi said:
“This, if it is authentic, is interpreted by the peope of knowledge based on the fact that the Prophet knew that the caller to prayer would also make a call before the actual time for Fajr (translators note: also known as ‘al-Fajr al-Kadhib’ – the False Fajr)…So, this is in reference to the first adhan.”
In ‘al-Umm’ (2/96), ash-Shafi’i said:
“I prefer that the suhur is made late, provided it is not too close to a time in which it is feared that the Fajr has arrived. I like to stop eating at such a time. If the Fajr arrives, and one has something that he has put into his mouth and chewed, then he should spit it out, as entering it into his mouth does nothing to break his fast. Rather, what breaks his fast is his swallowing it.”
http://iskandrani.wordpress.com/2008/02/09/eatingdrinking-when-fajr-time-enters/
Barakallah hu fik ya akhuna Yasir Mercury , benar apa yg dikata imam al-Baihaqi dan Imam al-Syafie itu, dan itu lah fahaman salafussoleh dalam hal ini, hendaklah seseorang itu berhenti makan apabila masuknya subuh, dan dianjurkan utk berhati-hati apabila hampir subuh kerana dikhuatiri terlajak makan, dan amalan makan ketika azan ini menyalahi fiqh salaf dan tiada padanya satupun dalil yang sahih.
W/A
tapi kenapa sebahagian mazhab atau ulamak yang menggunakan hadis dhoif dan berhujah dengannya tidak menggunakan hadis ini?Sepatutnya mereka juga mengatakan tidak batal sebab beramal dengan hadis dhoif hukumnya harus asalkan tidak terlalu dhoif atau palsu.